Melanjutkan artikel sebelumnya, berikut ini yang merupakan unsur-unsur puisi
meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi.
Struktur
fisik puisi terdiri dari:
Ø Perwajahan
puisi (tipografi), yaitu
bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri,
pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan
pemaknaan terhadap puisi.
Ø Diksi, yaitu
pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak
hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata
dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Ø Imaji, yaitu kata
atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh
(imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar,
dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
Ø Kata
konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya
kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll.,
sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat
hidup, bumi, kehidupan, dll.
Ø Gaya bahasa, yaitu
penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan
konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis,
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga
majas. Adapaun macam-macam majas
antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
Ø Rima/Irama adalah
persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima
mencakup:
1.
Onomatope (tiruan
terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.),
2.
Bentuk intern pola bunyi (aliterasi,
asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh,
sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
3.
Pengulangan kata/ungkapan. Ritma
merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima sangat
menonjol dalam pembacaan puisi.
Struktur
batin puisi terdiri dari
Ø Tema/makna (sense);
media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna,
maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
Ø Rasa (feeling),
yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin,
kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan
psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam
menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih
kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak
bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang
terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
Ø Nada (tone),
yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan
rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja
sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja
kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
Ø Amanat/tujuan/maksud
(intention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca.
Menurut
zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru
Puisi lama
adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara
lain :
Ø Jumlah kata
dalam 1 baris
Ø Jumlah baris
dalam 1 bait
Ø Persajakan
(rima)
Ø Banyak suku
kata tiap baris
Ø Irama
Ciri puisi lama:
Ø Merupakan
puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
Ø Disampaikan
lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
Ø Sangat
terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama:
Ø Pantun adalah
puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri
dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai
isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi,
agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Ø Syair adalah
puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri
tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Puisi baru
bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku
kata, maupun rima. Ciri-ciri
Puisi Baru:
Ø Bentuknya
rapi, simetris;
Ø Mempunyai
persajakan akhir (yang teratur);
Ø Banyak
mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
Ø Sebagian
besar puisi empat seuntai;
Ø Tiap-tiap
barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
Ø Tiap
gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis puisi baru Menurut isinya, puisi dibedakan
atas :
Ø Balada adalah
puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait,
masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b.
Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait
pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi
karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
Ø Himne adalah
puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang
pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu di
Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne
diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang
dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
Ø Ode adalah
puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya
ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik
terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Ø Epigram adalah
puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang berarti unsur
pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan
pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Ø Romansa adalah
puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis Romantique yang berarti
keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra.
Ø Elegi adalah
puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang
mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama
karena kematian/kepergian seseorang.
Ø Satire adalah
puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura
yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati
satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim, dsb.).
Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari
bentuknya antara lain:
Ø Oktaf/Stanza, adalah
puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi
delapan seuntai).
Ø Soneta, adalah
puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait
pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris.
Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan
dari kata sono yang berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang
bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda
diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah
yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia
tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih
mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah
jumlah barisnya (empat belas baris)
Kata kontemporer secara umum
bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan
dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat
diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi
kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi itu sendiri. Puisi
kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun
bahasa, memakai kata-kata yang makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian
kata-kata simbolik atau lambang intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya
dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh
puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu
Ø Puisi mantra adalah
puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah
orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer.
Ciri-ciri mantra adalah:
1.
Mantra bukanlah sesuatu yang
dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan
akibat tertentu
2.
Mantra berfungsi sebagai penghubung
manusia dengan dunia misteri
3.
Mantra mengutamakan efek atau akibat
berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
Ø Puisi mbeling adalah
bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah
ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama
kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung
sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar
tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling
tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri
puisi mbeling adalah:
1.
Mengutamakan unsur kelakar;
pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan
kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang
disembunyikan (tersirat).
2.
Menyampaikan kritik sosial terutama
terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
3.
Menyampaikan ejekan kepada para
penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi
yang mengkritik puisi.
Ø Puisi konkret adalah
puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga
menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan
bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat
lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan
ekspresi penyairnya.
Penyusunan
puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan
beberapa unsur sebagai berikut:
Ø Unsur bunyi;
meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada
tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau
pengulangan-pengulangannya.
Ø Tipografi;
meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun
sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
Ø Enjambemen;
meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris
berikutnya.
Ø Kelakar
(parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian
puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan masukan atau komentar dengan sopan :)