Angga Menyapa :)

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh. Halo para reader sekalian, apa kabar? Semoga semuanya senantiasa dalam keadaan baik, aamiin. Jika sekiranya ada yang bermanfaat dan dapat membantu dari apa yang telah saya postingkan, silahkan boleh dicopy-paste dengan menambahkan sumber atau mereferensikan blog ini untuk menghindari pelanggaran plagiasi. Terimakasih telah berkunjung pada blog saya.

Rabu, 26 Oktober 2016

TABIK PUISI

Sebelum berbicara tentang puisi baiknya kita mengenal pengertian sastra terlebih dahulu. [1]Sastra adalah seni bahasa (poetic language), sejajar dengan seni-seni lainnya, seperti seni lukis, seni patung, seni tari dan seterusnya. Ia menyampaikan pesan melalui medium simbolis. Jadi, kenikmatan seni tidak berhenti pada kenikmatan sensual, tetapi berlanjut pada kenikmatan intelektual.
Setiap karya sastra (poetic language) adalah tanda, yaitu kesatuan penanda (bentuk/struktur) dan petanda (isi). Tidak ada dualisme antara penanda dan petanda atau antara bentuk/struktur dan isi. Selanjutnya, hubungan antar tanda disebut sintaksis, hubungan tanda dan acuannya disebut semantik (makna), dan hubungan tanda dan pemakaiannya disebut pragmatik. Tanda juga dibedakan atas ikon, indeks dan simbol. Karya sastra sebagai tanda adalah simbol, yang membutuhkan penafsiran untuk memahaminya atau menemukan maknanya. Dalam penafsiran aspek semantik mendapatkan fungsinya, karena pemahaman adalah menghubungkan tanda (dunia fiksi yang diciptakan pengarang) dan acuannya (dunia ‘nyata’).
Puisi adalah seni sastra tertulis yang menuangkan hasil pemikiran dan perasaan manusia di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya, atau selain arti semantiknya. Dengan kata lain puisi menekankan kemahiran, dan keindahan dalam mengolah bahasa tanpa mengesampingkan isi atau kandungan makna. Perjalanan kepenyairan seorang penyair dapat memperkaya gaya bahasa dan bahkan dapat menciptakan bahasa baru.  
[2]Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan pengulangan, meter dan rima yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Pandangan kaum awam biasanya membedakan puisi dan prosa dari jumlah huruf dan kalimat dalam karya tersebut. Puisi lebih singkat dan padat, sedangkan prosa lebih mengalir seperti mengutarakan cerita. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi.
Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'. Kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut.
Di dalam puisi juga biasa disisipkan majas yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut bermacam-macam, salah satunya adalah sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar. Di beberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun. Mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.
[3]Damhuri menjelaskan, puncak pengalaman berbahasa yang dimaksud bukan sekadar kegenitan bersolek dengan kata-kata, bukan sekadar merias diri dengan kafasihan mengungkapkan kata-kata, tetapi meniupkan semacam nyawa ke dalam kata-kata. “Puisi yang bernyawa adalah puisi yang mampu membangkitkan kesadaran pembaca untuk tak habis-habisnya mempelajari, untuk tak tuntas-tuntas memperbincangkannya, hingga ia senantiasa hidup dan tiada pernah lekang digilas masa,” kata Damhuri.
Sedangkan aspek kebaruan bentuk, rancang-bangun puisi, semacam upaya-upaya eksperimental guna memperlihatkan bahwa dunia puisi itu penuh dengan dinamika dari masa ke masa, tidak hanya bertumpu, menerima, apalagi memberhalakan bentuk-bentuk yang sudah ada.
[4]Menurut  Fileski, puisi yang baik adalah yang tetap berpijak pada realita sekalipun membuka ruang untuk berimajinasi. Dia mengumpamakan puisi sebagai sebuah potret, gambaran realita, tetapi dikemas kata-kata berestetika.
Pendapat lain disampaikan Ken Hanggara, bahwa puisi yang baik itu harus jujur. Jangan sibuk dengan kata-kata indah karena paling penting adalah diterimanya pesan-pesan yang terkandung di dalam puisi kepada pembaca.
Sedangkan menurut Wildan Taufiqurrahman, puisi itu seperti ruh manusia. “Sehingga antara penulis dan puisinya harus menyatu. Dengan kata lain, puisi yang baik adalah yang mempresentasikan penulisnya.”
Dikatakan lagi oleh Fileski, seorang penyair besar sekelas Putu Wijaya (mungkin) tak pernah juara dalam lomba-lomba puisi. Tapi perjalanan waktu mengantarkan beliau sebagai salah seorang tokoh sastra yang berpengaruh yang dimiliki negeri ini. Bersambung...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan masukan atau komentar dengan sopan :)