Angga Menyapa :)

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh. Halo para reader sekalian, apa kabar? Semoga semuanya senantiasa dalam keadaan baik, aamiin. Jika sekiranya ada yang bermanfaat dan dapat membantu dari apa yang telah saya postingkan, silahkan boleh dicopy-paste dengan menambahkan sumber atau mereferensikan blog ini untuk menghindari pelanggaran plagiasi. Terimakasih telah berkunjung pada blog saya.
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Kamis, 17 November 2016

Puisi Angga Kusumadinata "Lahirnya Kronologi"


LAHIRNYA KRONOLOGI
Oleh: Angga Kusumadinata

1991
Katanya aku berhasil membuka tabir kehidupan
Bersambut gelapnya mentari dan rembulan
Perabaan dan sentuhan kasih memberiku nafas
Tangan-tangan lembut dan kasar merawatku dengan ikhlas
Dan kecamuk tangis, senyum,
derita dan bahagia bersinergi dalam kesederhanaan
Hantaman pemikiran, kenyataan,
dan perasaan tak pernah larut dalam penghinaan

1999
Katanya aku terlambat diperkenalkan dengan bangku sekolah
Namun tak berarti setitik kedewasaan ini berperingkat
Aku hampir tertinggal langkah dari teman-temanku
Namun aku tetap mengeja A, B, C, D...
Dan tetap berhitung 1, 2, 3, 4...
Tak lelah, hingga aku berhasil naik tangga
Hingga sedikit berani aku melukis mimpi di langit dengan bangga

2005
Aku menyadari sendiri titik-titik kedewasaanku
Aku ditakdirkan lulus, melewati lapisan dasar pemikiran
Aku meloncati jendela kebodohan dan membuka pintu penerangan
Aku cukup mengerti keadaan lumrah,
namun aku tak ingin jadi murahan
Walau kecaman fakta,
walau balutan sudra begitu nampak bercitra
Namun batok kepala ini terlampau keras,
menembus benteng-benteng kasta
Mestilah dengkul-dengkul ini menggiring hari-hari yang pasrah
Dan semangatku selalu berdarah di antara barisan pongah
Mestilah keyakinan ini membuktikan salahnya keraguan mereka
Walau anggapan ketidaklayakan begitu terlukis di wajahnya
Karena mustahil memeluk langit,
karena mustahil menggapai bintang
Langit takkan merangkul kejatuhanku,
bintang takkan menggapai keinginanku
Tetaplah aku menakar sabar dan sadar dalam lingkar matra sudra

2008
9 tahun merampungkan dasar-dasar kedunguan
Namun tak berarti jiwa ini cukup terdewasakan
Hanya keinginan ini tetap merangkak,
membengkak di antara kerikil tajam
Seolah sendiri aku berlari
Namun berjuta do’a sejatinya alirkan nadi
Nilai-nilai ekonomi terlampau rendah
Orang-orang berlomba mengasah
Mimpi-mimpi tinggi,
hanya mempertinggi resiko kegilaan dan alergi
Dan ingin kulewati beberapa tangga,
untuk bertengger pada telunjuk kuasa fana
Dan ribuan serabut saraf terputus
di antara fitnah ucap dan tonase beban mental
Tak mau berbicara cinta,
karena salahku belum mampu menjangkau makna
Dalih warna latar,
dalih status sosial, kasta,
dan apa saja itu sebagai peracik alasan
Praktik-praktik moral sosial,
hanya mempertebal muka-muka setan
Dan aku terlampau benci dengan selera keadilan ala mereka
Jutaan batok kepala memutar nalar, mengoyak-koyak hati-nurani,
mencabik-cabik nilai-nilai suci, demi beradu peruntungan duniawi
manfaatkan kedunguan latar-latar sekarat yang ditindas melarat
persembahkan jaring-jaring dan siklus-siklus kebusukan, demi apa?
Demi nafsu,
sebagai komando tunggal atas segala keputusan dan kebijakkan
Mimpi besar apa?
Untuk apa aku berlari dan mengayuh samudra kemunafikan?
Sementara, hati ini berperang antara penolakan dan penerimaan
Dan seberapa lama aku dapat bertahan, kemana aku akan kembali?
Sementara segala keterbatasan takkan sampai pada titik sempurna
Lalu nilai seperti apa yang mampu memulihkan sebuah kebanggaan?
Hanya orang-orang futuristiklah yang mampu memulihkannya
Yang menilai dan menikmati hidup dengan bijak,
Bijak antara pemberian, penerimaan dan penolakkan
Berpegang pada kebenaran dan bercermin pada kesalahan
Memandang pada tempat kembali di masa depan
Maka dengan itu, patutnya kehidupan terbangkitkan
Menatap masa depan dengan menabung kebaikkan di masa kini
Dan ketahuilah, untuk apa kerja kerasku, berfikir kerasku?
Takkan sia-sia jika segala upaya terkoneksi dengan Pusat Kekuatan

2010
Kematian menyambutku dengan isak tangis
Kematian mengabadikan penyesalan dan hati ini meringis
Kemanakan sentuhan itu, kemanakan belaian tangan halus itu?
Doa-doa dan harapan yang kau sisipkan pada ubun-ubunku
Kukenang sungguh, sejauh dan sedalam segala tentangmu
Ataksia aku dalam rapuhnya tulang-tulang kehidupan
Ataksia aku akan sempurnanya kasih yang telah hilang
Aku hanya menatapmu dalam kekakuan dan kekosongan
Dan terakhir kali aku menyentuhmu tanpa kau rasa
Air mata menghukumku dalam kesedihan dan liku-luka
Namun tidaklah cukup, ini adalah awal kebangkitan
Dimana tak ada alasan melarutkan diri dalam kesedihan
Bangkitlah segera aku, menata kembali puing-puing harapan

2011
Tak mudah aku tuntaskan, tentang bodohnya aku saat itu
Dan kenyataan
sedikit ramah menyambutku dan membukakan harapan,
bukan kepastian. Bukan cemerlang,
semua tak semudah dan semulus mimpiku
aku berdiri di atas tanduk setan yang goyah,
dan opsi-opsi kulihat bak ancaman
semua urung kutempuh
dan aku terjatuh pada kelopak nasib
yang mempersempit ruang gerakku
keputusanku saat itu,
kutitipkan harapanku pada riangnya lilin kecil
Senyum mereka, tawa mereka,
semangat mereka itulah pematri kehidupan dalam jiwaku
Dan terkadang semangatku terliarkan kembali,
mimpiku meroket kembali
Namun semua takkan mudah aku tempuh,
fakta-fakta telah lumpuh
Aku hanya dapat mengayunkan langkah
pada sudut-sudut terpinggir peradaban nanah

2016
5 tahun sudah,
sedikit-banyaknya aku belajar dari bocah-bocah payah
yang lebih payah aku,
dan selama itu aku tak pernah absent dari kesiangan
Aku belajar dari berjuta kesalahanku sendiri
Dan kemampuan tertutup sudah oleh kelambatanku sendiri
Bukan mampu, semua karena apa yang dititipkan-Nya
Tak ada unjuk gigi, yang ada hayalah gigit jari
beberapa orang sedikit beruntung karena sedikit kecerdikkannya
Kalaupun ada, aku hanyalah jembatan tali bagi sang oportunis
Setelah sampai, maka diputuslah tali ini tanpa ragu
Namun biarlah,
oportunis itu takkan melewati jembatan yang sama
yang jelas nampak adalah kebodohan dan kemalasanku
Baiknya aku pahami betul ini dan ambil kehidupan kembali
Semua yang telah terjadi,
semoga menjadi pengasah jiwaku yang jitu
Dan harapan tak pernah putus asa tuk selalu berharap
Selama mentari masih menemuiku di sebelah timur
Dan selama kelopak ini masih menatap nisan yang tersungkur
             
                                                                                                       Nekropol, 22 Agustus 2016

Rabu, 26 Oktober 2016

UNSUR-UNSUR PUISI


Melanjutkan artikel sebelumnya, berikut ini yang merupakan unsur-unsur puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi.


Struktur fisik puisi terdiri dari:
Ø Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
Ø Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Ø Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
Ø Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
Ø Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun macam-macam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
Ø Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup:
1.    Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.),
2.    Bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
3.    Pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.


Struktur batin puisi terdiri dari
Ø Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
Ø Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
Ø Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
Ø Amanat/tujuan/maksud (intention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca.


Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
Ø Jumlah kata dalam 1 baris
Ø Jumlah baris dalam 1 bait
Ø Persajakan (rima)
Ø Banyak suku kata tiap baris
Ø Irama
Ciri puisi lama:
Ø Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
Ø Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
Ø Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama:
Ø Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Ø Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Ø Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Ø Seloka adalah pantun berkait.
Ø Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat
Ø Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Ø Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.


Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Ciri-ciri Puisi Baru:
Ø Bentuknya rapi, simetris;
Ø Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
Ø Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
Ø Sebagian besar puisi empat seuntai;
Ø Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
Ø Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis puisi baru Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
Ø Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
Ø Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
Ø Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Ø Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Ø Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis Romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra.
Ø Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian seseorang.
Ø Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim, dsb.).
Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
Ø Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Ø Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Ø Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Ø Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Ø Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Ø Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Ø Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai).
Ø Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris)


Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi itu sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata yang makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambang intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
Ø Sutardji Calzoum Bachri dengan tiga kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
Ø Ibrahim Sattah dengan kumpulan puisinya Hai Ti
Ø Hamid Jabbar dengan kumpulan puisinya Wajah Kita
Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu
Ø Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer. Ciri-ciri mantra adalah:
1.    Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
2.    Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
3.    Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
Ø Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
1.    Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
2.    Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
3.    Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.
Ø Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:
Ø Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
Ø Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
Ø Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.

Ø Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif).

Sumber: Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Puisi 

TABIK PUISI

Sebelum berbicara tentang puisi baiknya kita mengenal pengertian sastra terlebih dahulu. [1]Sastra adalah seni bahasa (poetic language), sejajar dengan seni-seni lainnya, seperti seni lukis, seni patung, seni tari dan seterusnya. Ia menyampaikan pesan melalui medium simbolis. Jadi, kenikmatan seni tidak berhenti pada kenikmatan sensual, tetapi berlanjut pada kenikmatan intelektual.
Setiap karya sastra (poetic language) adalah tanda, yaitu kesatuan penanda (bentuk/struktur) dan petanda (isi). Tidak ada dualisme antara penanda dan petanda atau antara bentuk/struktur dan isi. Selanjutnya, hubungan antar tanda disebut sintaksis, hubungan tanda dan acuannya disebut semantik (makna), dan hubungan tanda dan pemakaiannya disebut pragmatik. Tanda juga dibedakan atas ikon, indeks dan simbol. Karya sastra sebagai tanda adalah simbol, yang membutuhkan penafsiran untuk memahaminya atau menemukan maknanya. Dalam penafsiran aspek semantik mendapatkan fungsinya, karena pemahaman adalah menghubungkan tanda (dunia fiksi yang diciptakan pengarang) dan acuannya (dunia ‘nyata’).
Puisi adalah seni sastra tertulis yang menuangkan hasil pemikiran dan perasaan manusia di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya, atau selain arti semantiknya. Dengan kata lain puisi menekankan kemahiran, dan keindahan dalam mengolah bahasa tanpa mengesampingkan isi atau kandungan makna. Perjalanan kepenyairan seorang penyair dapat memperkaya gaya bahasa dan bahkan dapat menciptakan bahasa baru.  
[2]Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan pengulangan, meter dan rima yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Pandangan kaum awam biasanya membedakan puisi dan prosa dari jumlah huruf dan kalimat dalam karya tersebut. Puisi lebih singkat dan padat, sedangkan prosa lebih mengalir seperti mengutarakan cerita. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi.
Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'. Kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut.
Di dalam puisi juga biasa disisipkan majas yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut bermacam-macam, salah satunya adalah sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar. Di beberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun. Mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.
[3]Damhuri menjelaskan, puncak pengalaman berbahasa yang dimaksud bukan sekadar kegenitan bersolek dengan kata-kata, bukan sekadar merias diri dengan kafasihan mengungkapkan kata-kata, tetapi meniupkan semacam nyawa ke dalam kata-kata. “Puisi yang bernyawa adalah puisi yang mampu membangkitkan kesadaran pembaca untuk tak habis-habisnya mempelajari, untuk tak tuntas-tuntas memperbincangkannya, hingga ia senantiasa hidup dan tiada pernah lekang digilas masa,” kata Damhuri.
Sedangkan aspek kebaruan bentuk, rancang-bangun puisi, semacam upaya-upaya eksperimental guna memperlihatkan bahwa dunia puisi itu penuh dengan dinamika dari masa ke masa, tidak hanya bertumpu, menerima, apalagi memberhalakan bentuk-bentuk yang sudah ada.
[4]Menurut  Fileski, puisi yang baik adalah yang tetap berpijak pada realita sekalipun membuka ruang untuk berimajinasi. Dia mengumpamakan puisi sebagai sebuah potret, gambaran realita, tetapi dikemas kata-kata berestetika.
Pendapat lain disampaikan Ken Hanggara, bahwa puisi yang baik itu harus jujur. Jangan sibuk dengan kata-kata indah karena paling penting adalah diterimanya pesan-pesan yang terkandung di dalam puisi kepada pembaca.
Sedangkan menurut Wildan Taufiqurrahman, puisi itu seperti ruh manusia. “Sehingga antara penulis dan puisinya harus menyatu. Dengan kata lain, puisi yang baik adalah yang mempresentasikan penulisnya.”
Dikatakan lagi oleh Fileski, seorang penyair besar sekelas Putu Wijaya (mungkin) tak pernah juara dalam lomba-lomba puisi. Tapi perjalanan waktu mengantarkan beliau sebagai salah seorang tokoh sastra yang berpengaruh yang dimiliki negeri ini. Bersambung...