Angga Menyapa :)

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh. Halo para reader sekalian, apa kabar? Semoga semuanya senantiasa dalam keadaan baik, aamiin. Jika sekiranya ada yang bermanfaat dan dapat membantu dari apa yang telah saya postingkan, silahkan boleh dicopy-paste dengan menambahkan sumber atau mereferensikan blog ini untuk menghindari pelanggaran plagiasi. Terimakasih telah berkunjung pada blog saya.

Rabu, 07 Desember 2016

HEADSHOT!

Kapan bersarangnya peluru kotor ini?
aku tak tahu
mungkin karena mata ini begitu liar
menembaki setiap sudut
bahkan celah-celah terlarang
hingga mereka tak rela jika tak menyambut
atau melontarkan apa saja sebagai balasan
dan otak ini terlampau serakah menampung sampah
bahkan hati bukanlah kendali
dimana virus-virus terlampau nyaman bersarang
hati yang radang tak mampu berang
nafsu menggoda, dibuang sayang


Di DepanMu. Kamis, 08 Desember 2016

IYA! AKU TAU! (Cerpen)

Pagi sekali adiknya sudah siap dengan mendatangi kakaknya lebih awal dari biasanya, untuk mengantarkan keberangkatan kakaknya merantau ke daerah seberang. Hari itu juga kakaknya minta diantarkan sampai bibir jalan raya. Namun kakaknya berubah pikiran, kali ini ia minta diantarkan langsung sampai ke terminal. Menurutnya agar lebih cepat sampai, tak perlu menunggu angkutan yang mengantar ke terminal yang biasanya memakan waktu cukup lama. Walaupun sebenarnya agak berat hati, karena adiknya belum terbiasa memakai motor ke kota.
“Tenang aja kali bawa motornya, ini kan jalanan berlubang!?” Kakaknya selalu mengingatkannya di sepanjang jalan yang mengampul-ampul, adiknya hanya diam. Tiga puluh menit sudah melewati jalanan yang berlubang, akhirnya keduanya tiba di mulut jalan raya yang lebar nan mulus.
            “Dik, mulai dari sini kamu harus lebih hati-hati, soalnya jalanan sangat ramai dan banyak persimpangan.” Kakaknya mengingatkan kembali. Seperti sebelumnya, adiknya hanya diam. Terpikir oleh kakaknya mengambil alih kendali motor, namun ia tak tega pada adiknya yang pada hari itu sangat ingin dan bersemangat mengantarkannya.
“Awas...! Hati-hati...!” Kembali kakaknya mengingatkan saat adiknya melintasi jalan yang ramai dan tiba-tiba ada mobil melaju kencang nyaris meyerepetnya dari samping belakang. Kembali adiknya hanya diam. Sikap diamnya itu lebih kepada ketidaksenangannya karena ia merasa dianggap tidak bisa memakai motor.
            “Kalau mau pelan jangan terlalu ke tengah! Yang lain kagok terhalangi kamu, udah saja agak ke sisi.” Kembali kakaknya harus mengingatkan. “Iya, aku tau!” Adiknya mulai menampakkan kekesalannya. “Kakak cuman mengingatkan...” dengan nada rendah kakaknya menenangkan emosinya.  
Baru lima menit di jalan yang ramai diboncengi adiknya, kakaknya sudah gerah dengan sikap adiknya yang seolah tidak senang diingatkan olehnya. “Awas mobil! Aku bilang gimana, kalau mau pelan di sisi kiri saja gak usah ke tengah!” Kakaknya tak bosan mengingatkan, apalagi adiknya baru saja nyaris terserempet lagi oleh Carry Bak. “Iya, ya...!” Adiknya membalas dengan nada yang tidak mengenakkan. Dengan sedikit emosi adiknya membawa motor kencang, padahal ia jarang sekali membawa motor dengan kencang terlebih di jalan raya yang baru ia kenal.
Kemudian kembali kakaknya tak henti mengingatkan adiknya. “Di depan ada bundaran persimpangan, kamu ikuti saja Truk yang didepanmu itu karena arahnya sama.” “Iya,” dengan singkat adiknya menjawab. Namun adiknya cukup tenang juga kali ini, ia menuruti apa yang disarankan kakaknya karena memang ia tidak tahu.
Adiknya memacu motornya dengan kencang di jalan yang lurus nan mulus. Kakaknya membiarkan saja, karena dirasa tidak berbahaya. Beberapa meter lagi kakaknya menepuk pundak adiknya, “Awas! lampu merah di depanmu!” “Chiiiitt.....!!!” suara dari rem yang mendadak diinjak dan ditekan menyayat telinga. Adiknya terpaksa menerobos lampu merah karena laju motor tak dapat dikendalikan lagi dengan berhenti mendadak pada jarak yang hanya lima meter. “Hey! gila kamu, ini lampu merah...!” Kakaknya membentak sambil menepuk-nepuk punggung adiknya. Masih beruntung tak ada kendaraan yang sedang melintas persis didepannya. Kakaknya melihat kiri-kanan jalan, ia takut hal itu dilihat polisi. Waktu itu polisi belum ada. Beruntung lagi keduanya selamat dari maut dan polisi.
“Kan sudah kubilang, kamu itu masih awam di jalanan kota seperti ini. Jadi jangan sok-soan deh...! Sini aku saja yang bawa!” gondok sudah kakaknya berulangkali mengingatkan. “Udah aku saja Kak, iya kali ini aku akan lebih hati-hati.” Kembali lagi dikencangkan laju motornya, dan memang kali ini adiknya lebih hati-hati. Tak lama, “awas lampu merah lagi!” adiknya berhenti perlahan. “Kalau mau lurus ambil ke sebelah kanan berhentinya.” Agak tenang kakaknya terus mengingatkan. “Iya, iya aku tau.” Adiknya tetap tidak mau mengalah atas peringatan kakaknya.
Benar. Kakaknya sudah sangat jengkel, kali ini ia biarkan saja adiknya. Ia dongkol dengan perkataan “Iya, iya aku tau.” Sedangkan adiknya merasa menang karena kakaknya tak lagi berkomentar apapun. Merasa jago, adiknya malah ngebut.
Kali ini walaupun sudah teramat dongkol terpaksa kakaknya harus menepuk pundak adiknya dengan keras mengingatkannya, ketika jarak sekitar 100 meter di depannya terlihat dua mobil sport yang sedang kejar-kejaran melahap setiap mobil besar yang dilaluinya dengan kecepatan tinggi. Sedangkan adiknya baru tersadar menyadari bahaya ketika jarak di depannya sudah 30 meter, di belakangnya membayangi mobil bus yang juga ngebut. Adiknya mengerem motor yang melaju kencang pada jarak 22 meter, keduanya tak kuasa menghindar.
“Tiiiiiiiiiiiiid.....! Chhiiiiittt.....! Sriiiiittt....! Jgeerr...! Jbbeet...! Bbuk...! Praay...! Bruuk...! Praay...! Dumm.....! Sssekk..!” Tabrakan keras beruntun terjadi, jeritan histeris terdengar dari setiap isi mobil dan semua yang menyaksikan. Semua yang menyaksikan dari luar terkesima sejenak lalu kerumunan itu berlarian histeris ke tempat kejadian. Tak lama mobil-mobil polisi tiba di tempat, menyusul mobil pemadam kebakaran akibat mobil bus menghantam tangki bahan bakar yang menghasilkan percikan api dan sopir bus yang merokok, dekat Pom bahan bakar. Radius kecelakaan sekitar 100 meter dan menelan korban cukup banyak. Jalanan macet total hingga 30 kilometer.
Sesosok tubuh dengan kedua kakinya yang patah terpaku-beku menampari air matanya, melihat tubuh kakaknya terpanggang pada pagar rumah megah tak bernyawa lagi. Sedangkan motornya menjemput api. Teresot-esot adiknya memburu mayat disertai isak tangis yang terus bergerimis, hatinya pesimis.
-0-

Oleh: Angga Kusumadinata